Powered By Blogger

Minggu, 27 Februari 2011

Janji

Apalah arti dunia kau cari
bila masih bebal juga akal yang kau miliki
pangkat
jabatan
harta
tiadakah itu cukup bagimu?
lebih baik kau sumpal saja mulutmu

jiwa menangis, tiada juga kau peduli
larut, hanyut dalam kesombongan dan keangkuhan
larut, hanyut dalam omong kosong janjimu
tuhan beri kau
dua mata dua telinga
semoga kau menerima dengan lapang
tuhan beri kau
dua tangan dua kaki
semoga kau banyak memberi 
jangan tunggu ia ingatkan kau

jauh, jauh kelak
nun jauh di sana
engkau akan, harus penuhi janji
apa? di mana? tanyakan saja pada dirimu
terang kau lupa


hari ini, dia telah memenuhi janjinya
dengan pengorbanan
dalam pertaruhan
akhir darinya? baginya? siapa tahu? siapa peduli?
kau tertawa? coba saja kalau bisa
kini giliranmu


Bandung/ nma
26 Februari 2011

Pembubaran Uni Soviet: Kajian Pustaka


Assalamu'alaikum, wr.wb.
Para pembaca, berikut ini adalah salah satu tugas yang saya buat ketika semester genap lalu sehubungan tugas dari guru Sejarah saya. Dirangkum dan diambil dari banyak sumber. Semoga bermanfaat.
Kata Pengantar
Dunia terus berubah dalam ritmenya…….dinamis,
Maka bisakah kita mengikuti iramanya dengan statis?
Dipenghujung abad ke-20, dunia semakin larut dalam berbagai arus yang mungkin kini kita kenal dengan globalisasi, dimana salah satu ciri yang paling jelas dari masa ini adalah betapa peristiwa-peristiwa besar dengan cepatnya silih berganti dan bahkan membuat sebagian masyarakat menjadi bingung untuk menyikapinya.
Salah satu yang sangat monumental-kalau tidak disebut fundamental- adalah keruntuhan sebuah Negara adidaya-adikuasa dunia yang selama berpuluh-puluh tahun dengan gigihnya mengumandangkan perjuangan untuk “kesamarataan dan kebersamaan kolektif”, yang kemudian ditafsirkan macam-macam, masing-masing sesuai pemikiran dan kepentingan siapa yang berkuasa.
Menjadi lebih dari sekedar peristiwa sejarah, manakala kejadian itu memberikan dampak yang sangat luas dan begitu terasa bagi kehidupan kita di dunia modern. Perang dingin (Cold War) mungkin sudah tidak memiliki arti bagi masyarakat dewasa ini, apalagi bagi kalangan remaja, namun sesungguhnya “peperangan” ini memiliki banyak konsekuensi yang ditanggung masyarakat dunia berpuluh-puluh tahun lamanya-terbagi dalam kubu yang sangat polar disegala bidang kehidupan-harus memilih di antara dua pihak yang selalu bersitegang dan hubungan yang canggung karena arahan senjata dari masing-masing pihak dalam perang yang tidak biasa tersebut. Para pemimpin mereka biasa tersenyum dan bersalaman ketika bertemu, walau ketika berpisah saling menjelekkan dan menguatkan permusuhan keduanya lewat sederet kebijakan-kebijakan protektif. Siapapun yang hidup masa itu akan merasakan hal yang sama, dua ideologi, dua kutub dan beragam topeng “wajah” para penjilat dan pembangkang di masing-masing kubu. Perang dingin–Barat dan Timur dan sekutu-sekutunya.
Gambaran di atas akan begitu meresap bagi mereka yang mengalaminya, generasi yang hidup pada masa itu, dan kita hendaknya belajar dari kejadian itu. Runtuhnya Uni Soviet-salah satu aktor terpenting dalam pergulatan itu-membawa satu masa baru dalam sejarah umat manusia, yang mungkin -dan bisa dipastikan- dunia ini akan sangat berbeda dari yang kita kenal saat ini.
Banyak pertnyaan yang perlu kita ajukan ketika suatu peristiwa sejarah terjadi, mengapa itu terjadi dan harus terjadi? Apa yang membuatnya terjadi? Bagaimana awal dan akhir kisah itu? Bagaimana peristiwa itu membentuk kita saat ini? Dan yang paling penting adalah apa yang akan terjadi setelah peristiwa itu? Dan apa yang dapat kita lakukan ketika hal itu terjadi? Sejarah adalah media pendidikan dan kita dapat dengan bijak mengambil pelajaran darinya, meskipun sadar atau tidak dia selalu mengajari kita, hanya mungkin kita yang tidak mau memperdulikannya.
Runtuhnya Uni Soviet, singkatnya adalah periode penting dalam catatan sejarah umat manusia, ideologi, sistem, masyarakat, tatanan, cita-cita, impian, yang awalnya niat mulia namun kemudian dalam aplikasinya –mungkin- banyak tercemar oleh ego dan konflik kepentingan manusia, jatuh dan hancur oleh mereka yang membangunnya sendiri. Mengalir dalam lembaran-lembaran baru, bangsa-bangsa merdeka. Dalam banyak kasus, walaupun mereka lepas dari pemerintah Soviet yang otoriter, namun dalam ukuran apapun ternyata kini tetap saja hidup dalam otoriterianisme, sedikit perubahan dari bangsa asing beralih kepada bangsanya sendiri. Mungkinkah akan ada “keruntuhan-keruntuhan” lain di masa mendatang? Tentu saja, peristiwa datang dan pergi dan tentu manusia yang menjalaninya. Apa yang bias kita lakukan? Persiapkanlah kehidupan kita dan perhatikan sejarahmu.  Wallaahu ‘alam bish shawab.
A.     Latar Belakang
Wilayah yang disebut Uni Soviet kini dahulunya merupakan tempat transit budak-budak belian yang terkenal, yang nantinya diekspor ke Negara-negara di Asia Barat maupun Eropa. Setiap Negara-negara itu menamakan para budak itu dan mengidentikannya dengan bangsa Slavia (suku bangsa Rusia dan sebagian besar Soviet, orang-orang Balkan merupakan keturunan atau rumpunnya), bahkan Kekhalifahan Fathimiyah di Mesir menamakan salah satu Resimen Tentara budaknya dengan nama Sakalaba (orang Slav). Dalam kondisi cuaca yang bias dibilang ekstrim dimana musim panas berlangsung singkat dan musim dingin seringkali mencapai suhu minus belasan derajat, membentuk karakter mereka yang tegas, tegar, dan kukuh-bisa dibilang cukup kaku.
Kerajaan-kerajaan didirikan, pada mulanya sebuah wilayah kecil di sekitar aliran sungai Dnieper, Kiev (Ukraina) merupakan pusatnya, dimana mereka membangun peradaban dan budaya demokrasi yang cocok. Warga dapat mengemukakan pendapatnya di alun-alun, dewan kota menjadi sarana meyalurkan aspirasi masyarakat, singkatnya kerajaan awal ini merupakan Negara yang ideal. Kemudian sekitar abad ke-13 munculah serangan dari orang-orang Tartar, sukunya Jenghis Khan. Putranya (yang kelak juga menjadi Khan) Batu, menyerbu kerajaan kecil itu dan menghancurkannya, menguasai dan menindas wilayah tersebut serta mendirikan pusat kendali di muara Sungai Volga. Para Pangeran dan Raja mereka dipaksa dan dengan setia mengirimkan upeti kepada penguasa Laut Hitam. Bangsa Tartar menguasai mereka selama kurang lebih 250 tahun. Dampaknya mereka kehilangan arti demokrasi, otoritarianisme dan kepatuhan mutlak gaya Tartar telah menjadi pola pemerintahan yang baku, dan palinng merugikan adalah wilayah itu tertinggal dari bangsa Eropa lain ketika memasuki masa Renaisans.
Perkembangan selanjutnya kepangeranan kecil di Moskow tumbuh perlahan-lahan. Lambat laun semakin kuat. Selanjutnya bangsa Mongol dikalahkan oleh Dimitri Donskoy pada tahun 1380 dengan kemenangan di Kulikovo. Kemudian daerah-daerah yang tercerai berai disatukan kembali oleh Ivan IV; ia menaklukan Kazan (1552), Astrakhan (1516) serta menguasai Siberia. Pemerintahan dilanjutkan oleh penerusnya sampai wangsa Romanov naik tahta yang diawali dengan diangkatnya oleh Michael Romanov sebagai Tsar (1613). Dinasti Romanov berkuasa selama 304 tahun hingga tahun 1917 dengan Tsar Nikolai II sebagai tsar terakhir. Pada bulan Februari 1917 dibentuk Pemerintahan Sementara di bawah Pangeran Lyvov dan Alexander Kerensky sampai 25 Oktober 1917, saat pemerintahan tersebut digantikan Pemerintahan Revolusi Bolshevik oleh Vladimir Ilyich Lenin.
Tsar Nichokas Romanov (1894-1917)
Runtuhnya Uni Soviet
Uni Soviet merupakan federasi negara -negara sosialis komunis yang dirintis berdirinya oleh Lenin dengan kaum Bolsheviknya setelaha dapat menggulingkan kekuasaaan Tsar Nicolas II tahun 1917 melalui Revolusi Bolshevik. Tahun 1922 Lenin mengganti Rusia menjadi Uni Soviet dengan Lenin sebagai pemimpinnya. Federasi ini beranggotakan antara lain Rusia, Lithuania, Latvia, Belarusia, Ukraina, Armenia, Georgia, dan Estonia. Mereka disatukan di bawah kekuasaan Partai Komunis Uni Soviet.
Vladimir Ilyich Lenin (1922-1924)
Josef Stalin (1924-1953)
Pada waktu Uni Soviet dipimpin oleh Michael Gorbachev, ia melontarkan ide pembaharuan atau restrukturisasi melalui Glasnot (Keterbukaan), dan Perestroika (Demokratisasi). Hal ini dimaksudkan untuk mengejar ketertinggalan Uni Soviet dalam bidang ekonomi dan politik dibandingkan dengan negara-negara Eropa Barat. Tetapi setelah gagasan itu disampaikan oleh Michael Gorbachev muncul berbagai pergolakan di berbagai Republik bagian Uni Soviet, hingga pada akhirnya Gorbachev tidak mampu merngendalikannya. Pembaharuan dan perubahan yang tadinya dimaksudkan untuk memajukan Uni Soviet justru menjadi sebab utama runtuhnya Uni Soviet.
Republik -republik yang menuntut kemerdekaan dan ingin melepaskan diri dari Uni Soviet antara lain Lithuania, Latvia, Estonia, Ukraina, Armenia, dan Moldavia. Sedangkan Rusia dan Georgia menuntut otonomi penuh, sedangkan republik-republik yang lain menuntut Uni Soviet dibubarkan.
Secara umum sebab-sebab runtuhnya Uni Soviet adalah:
1.      Sistem Marxisme ternyata tidak memiliki kontrol efektif baik terhadap bidang politik maupun ekonomi,
2.      Marxisme tidak memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan jaman,
3.      Kebijakan Gorbchev tentang Pertestroika dan Glasnot bertentangan dengan Marxisme,
4.      Adanya kebijakan lain dari Gorbachev yang membahayakan keberadaan sosialisme komunisme antara lain:
a. menjalankan sistem pasar bebas di UnI Soviet,
b.  merestui berdirinya pemerintahan koalisi non komunis di Polandia,
c. membiarkan dibukanya Tembok Berlin,
d.          membiarkan diktator komunis Rumania Ceausescu dijatuhkan,
e. mengusulkan adanya multipartai dan dihapuskannya monopoli Partai Komunis Uni Soviet,
f. membiarkan negara-negara Eropa Timur melucuti kekuasaan partai Komunis,
5.      Marxisme yang lebih mengandalkan kekuatan kaum buruh, tidak sesuai dengan keadaan Uni Soviet yang sebagian besar penduduknya kaum petani yang ingin mempunyai hak milik.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka akhirnya Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 dengan ditandai lahirnya negara-negara merdeka bekas Uni Soviet, yang tergabung dalam CIS (Commonwealrh of Independent States/ Persemakmuran Negara-negara Merdeka) pada tanggal 8 Desember 1991 yang diprakarsai oleh Presiden Rusia Boris Yeltsin bersama Presiden Ukraina Leonid Kravchuk, serta Ketua Parlemen Belarusia Stanislav Shushkevich dalam pertemuan di Vukhucio, Belarusia.
Runtuhnya Uni Soviet menimbulkan beberapa akibat terhadap situasi dunia, yaitu:
1. Berakhirnya perang Dingin antara Blok Barat (AS) dengan Blok Timur (Uni Soviet),
2. Berkurangnya kecemasan dunia terhadap terjadinya PerangDunia III,
3. Banyak negara komunis yang berubah menjadi negara demokrasi,
4. Amerika Serikat tampil sebagai negara Adi Daya,
5. Tumbangnya komunisme di beberapa negara Eropa Timur.

Munculnya Gorbachev


Mikhail Gorbachev (1990-1991)

Meskipun pembaruan di Uni Soviet terhalang antara 19691982, suatu peralihan generasi memberikan momentum baru untuk pembaruan itu. Perubahan-perubahan dalam hubungan dengan Amerika Serikat mungkin juga merupakan pendorong bagi pembaruan. Sementara Jimmy Carter secara resmi mengakhiri kebijakan Détente setelah campur tangan Soviet di Afganistan, ketegangan-ketegangan antara Timur dan Barat pada masa jabatan pertama Presiden AS Ronald Reagan (19811985) meningkat ke level yang baru yang tidak pernah terjadi sejak krisis misil Kuba 1962.
Setelah kemacetan selama bertahun-tahun, ‘’apparatchik’’ Komunis muda yang “berpikiran baru” mulai muncul. Setelah kematian Konstantin Chernenko yang lanjut usia, Politbiro mengangkat Mikhail Gorbachev sebagai Sekretaris Jenderal Uni Soviet pada Maret 1985, menandai bangkitnya generasi kepemimpinan yang baru. Di bawah Gorbachev, yang relatif masih muda, para teknokrat yang berorientasi pembaruan, yang telah memulai kariernya pada puncak "de-Stalinisasi" di bawah Nikita Khrushchev (1953-1964), dengan segera mengonsolidasikan kekuasaan di ling PKUS, memberikan momentum baru untuk liberalisasi politik dan ekonomi, dan dorongan untuk mengembangkan hubungan-hubungan yang lebih hangat dan perdagangan dengan Barat.
Pada saat Gorbachev memperkenalkan proses yang akan menyebabkan runtuhnya ekonomi komando administratif Soviet melalui program-programnya: glasnost (keterbukaan politik), perestroika (restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan ekonomi), ekonomi Soviet menderita karena inflasi tersembunyi dan kekurangan pasokan yang terjadi di mana-mana yang diperparah oleh semakin meningkatnya pasar gelap yang terbuka yang menggerogoti ekonomi resmi. Selain itu, biaya status sebagai negara adikuasa –militer, KGB, subsidi bagi negara-negara klien –sudah sangat berlebih-lebihan, melampaui ekonomi Soviet. Gelombang baru industrialisasi yang didasarkan pada teknologi informasi telah membuat Uni Soviet kelabakan mencari teknologi barat dan kredit untuk mengatasi keterbelakangannya yang kian menjadi-jadi.

Pembaruan
Undang-undang Koperasi yang dierlakukan pada Mei 1988 barangkali adalah yang paling radikal di antara semua langkah pembaruan ekonomi pada masa tahap awal era Gorbachev. Untuk pertama klainya sejak Kebijakan Ekonomi Baru Vladimir Lenin, undang-undang memungkinkan pemilikan pribadi bisnis dalam sektor-sektor jasa, manufaktur, dan perdagangan luar negeri. Di bawah aturan ini, restoran-restoran koperasi, toko-toko dan para pengusaha manufaktur menjadi bagian dari wajah Soviet.

Prangko Perestroika (1990)

Glasnost memberikan kebebasan berbicara yang lebih besar. Pers menjadi jauh lebih merdeka, dan ribuan tahanan politik dan banyak pembangkang di bebaskan. Sementara tujuan utama Gorbachev dalam mengadakan glasnost adalah untuk menekan kaum konservatif yang menentang kebijakan-kebijakan restrukturisasi ekonominya, ia pun berharap melalui berbagai keterbukaan, debat dan partisipasi, rakyat Soviet akan mendukung inisiatif-inisiatif pembaruannya.
Pada Januari 1987, Gorbachev menyerukan diadakannya demokratisasi: memperkenalkan unsur-unsur demokratis seperti misalnya pemilu dengan banyak kandidat di dalam proses politik Soviet. Pada Juni 1988, dalam Konferensi Partai ke-19 dari PKUS, Gorbachev meluncurkan pembaruan-pembaruan radikal yang dimaksudkan untuk mengurangi kontrol partai terhadap aparat-aparat pemerintahan. Pada Desember 1988, Dewan Soviet Tertinggi Soviet menyetujui dibentuknya suatu Kongres Deputi Rakyat yang sebelumnya telah ditetapkan oleh amandemen konstitusi sebagai dewan legislatif Uni Soviet yang baru. Pemilihan umum untuk anggota kongres diadakan di seluruh Uni Soviet pada Maret dan April 1989. Pada 15 Maret 1990 Gorbachev terpilih sebagai Presiden eksekutif pertama Uni Soviet.

Akibat-akibat yang tidak diharapkan
Upaya-upaya Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis menawarkan harapan, namun akhirnya terbukti tidak dapat dikendalikan dan mengakibatkan serangkaian peristiwa yang akhirnya ditutup dengan pembubaran imperium Soviet. Kebijakan-kebijakan yang mulanya dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang ekonomi Soviet, perestroika dan glasnost segera menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan.
Pengenduran sensor di bawah glasnost mengakibatkan Partai Komunis kehilangan genggamannya yang mutlak terhadap media. Tak lama kemudian, dan yang akibatnya mempermalukan pemerintah, media mulai menyingkapkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang parah yang telah lama disangkal dan ditutup-tutupi oleh pemerintah Soviet. Masalah-masalah seperti perumahan yang buruk, alkoholisme, penyalahgunaan obat-obatan, polusi, pabrik-pabrik yang sudah ketinggalan zaman dari masa Stalin, dan korupsi kecil-kecilan hingga yang besar-besaran, yang kesemuaya selama ini telah diabaikan oleh media resmi, mendapatkan perhatian yang semakin besar. Laporan-laporan media juga menyingkapkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Stalin dan rezim Soviet, seperti misalnya Gulag dan Pembersihan Besar yang diabaikan oleh media resmi. Lebih dari itu, perang di Afganistan yang berkelanjutan dan kekeliruan di dalam penanganan kecelakaan Chernobyl 1986 lebih jauh merusakkan kredibilitas pemerintahan Soviet pada masa ketika ketidakpuasan kian meningkat.
Secara keseluruhan, pandangan yang sangat positif mengenai kehidupan Soviet yang telah lama disajikan kepada publik oleh media resmi, dengan cepat menjadi rontok, dan aspek-aspek kehidupan negatif ditampilkan ke permukaan. Hal ini menggerogoti keyakinan publik terhadap sistem Soviet dan merontokkan basis kekuasaan sosial Partai Komunis, mengancam identitas dan integritas Uni Soviet sendiri.
Pertikaian di antara negara-negara anggota Pakta Warsawa dan ketidakstabilan dari sekutu-sekutu baratnya, yang pertama-tama diperlihatkan oleh bangkitnya Lech Wałęsa pada 1980 ke tampuk pimpinan serikat buruh Solidaritas berlangsung cepat, sehingga membuat Uni Soviet tidak mampu mengandalkan negara-negara satelitnya untuk melindungi perbatasannya, sebagai negara-negara peredam. Pada 1989, Moskwa sudah meninggalkan Doktrin Brezhnev dan lebih memilih kebijakan non-intervensi dalam urusan-urusan dalam negeri sekutu-sekutu Eropa Timurnya, yang dengan fatal membuat rezim-rezim Eropa Timur kehilangan jaminan bantuan dan intervensi Soviet apabila mereka menghadapi pemerontakan rakyatnya. Perlahan-lahan, masing-masing negara Pakta Warsawa menyaksikan pemerintahan Komunis mereka kalah dalam pemilihan-pemilihan umum, dan dalam kasus Rumania, munculnya suatu pemberontakan dengan kekerasan. Pada 1991, pemerintahan-pemerintahan komunis Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria, Polandia dan Rumania yang dipaksakan setelah Perang Dunia II runtuh sementara revolusi melanda Eropa Timur.
Uni Soviet juga mulai mengalami pergolakan ketika akibat-akibat politik dari glasnost dirasakan getarannya di seluruh negeri. Meskipun dilakukan upaya-upaya untuk meredamnya, ketidakstabilan di Eropa Timur mau tidak mau menyebar ke negara-negara di lingkungan Republik Sosialis Uni Soviet. Dalam pemilu-pemilu untuk dewan-dewan regional di republik-republik Uni Soviet, kaum nasionalis maupun para tokoh pembaruan yang radikal menyapu kursi di dewan. Sementara Gorbachev telah memperlemah sistem penindasan politik internal, kemampuan pemerintahan sentral Moskwa untuk memaksakan kehendaknya pada republik-republik anggota RSUS pada umumnya telah diperlemah.
Bangkitnya nasionalisme di bawah glasnost segera membangkitkan kembali ketegangan-ketegangan etnis yang bergolak di berbagai republik Soviet, sehingga semakin mendiskreditkan cita-cita tentang persatuan rakyat Soviet. Sebuah contohnya terjadi pada Februari 1988, ketika pemerintahan di Nagorno-Karabakh, suatu wilayah yang didominasi oleh etnis Armenia di Republik Azerbaijan, meluluskan sebuah resolusi yang menyerukan unifikasi dengan Republik Soviet Sosialis Armenia. Kekerasan terhadap orang-orang Azerbaijan setempat dilaporkan di televisi Soviet, sehingga menimbulkan pembantaian terhadap orang-orang Armenia di kota Sumgait, di Azerbaijan.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi-kondisi ekonomi, yang menjadi lebih berani karena kebebasan oleh glasnost, jauh lebih luas daripada yang sebelumnya pada masa Soviet. Meskipun perestroika dianggap berani dalam konteks sejarah Soviet, upaya-upaya Gorbachev untuk melakukan pembaruan ekonomi tidak cukup radikal untuk memulai kembali ekonomi negara yang sangat lesu pada akhir 1980-an. Upaya-upaya pembaruan mengalami berbagai terobosan dalam desentralisasi, namun Gorbachev dan timnya sama sekali tidak menyinggung unsur-unsur fundamental dari sistem Stalinis, termasuk pengendalian harga, mata uang rubel yang tidak dapat dipertukarkan, tidak diakuinya pemilikan pribadi, dan monopoli pemerintah atas sebagian terbesar sarana produksi.
Pada 1990 pemerintah Soviet praktis telah kehilangan seluruh kendali terhadap kondisi-kondisi ekonomi. Pengeluaran pemerintah meningkat dengan tajam karena semakin meningkatnya usaha-usaha yang tidak menguntungkan yang membutuhkan dukungan negara sementara subsidi harga konsumen juga berlanjut. Perolehan pajak menurun karena perolehan dari penjualan vodka merosot drastis karena kampanye anti alkohol dan karena pemerintahan republik dan pemerintah-pemerintah setempat menahan perolehan pajak dari pemerintah pusat di bawah semangat otonomi regional. Penghapusan kontrol pemerintah pusat terhadap keputusan-keputusan produksi, khususnya dalam sektor barang-barang konsumen, menyebabkan runtuhnya hubungan pemasok-produsen sementara hubungan yang baru tidak terbentuk. Jadi, bukannya merampingkan sistem, program desentralisasi Gorbachev menyebabkan kemacean-kemacetan produksi yang baru.

Yeltsin dan pembubaran Uni Soviet

Gorbachev menuduh Boris Yeltsin lawan lamanya dan presiden Rusia pertama pada masa pasca-Soviet, telah mencabik-cabik negara itu untuk mengutamakan kepentingan-kepentingan pribadinya sendiri.

Boris Yeltsin (Presiden Russia, 1991-1999)
Pada 7 Februari 1990 Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet setuju untuk melepaskan monopoli atas kekuasaan. Republik-republik anggota Uni Soviet mulai menegaskan kedaulatan nasional mereka terhadap Moskwa, dan mulai melancarkan "perang undang-undang" dengan pemerintah pusat di Moskwa. Dalam hal ini, pemerintahan republik-republik anggota Uni Soviet membatalkan semua undang-undang negara kesatuan apabila undang-undang itu bertentangan dengan undang-undang lokal, menegaskan kendali mereka terhadap ekonomi lokal dan menolak membayar pajak kepada pemerintah pusat di Moskwa. Pergumulan ini menyebabkan macetnya ekonomi, karena garis pasokan dalam ekonomi rusak, dan menyebabkan ekonomi Soviet semakin merosot.
Sejarah Keruntuhan uni Soviet

Uni Soviet merupakan sebuah negara komunis di Eropa Timur dan Asia Utara yang berdiri sejak November 1917 ( menurut kalender Gregorian ) sampai pada tahun 1991. sampai tahun 1917, Rusia merupakan kerajaan atau kekaisaran dengan seorang Tsar sebagai kepala negara. Pada masa dinasti Rumanov, Rusia banyak mengalami peristiwa politik baik dari dalam negeri maupun luar negeri serta banyak mengalami persinggungan politik, diantaranya adalah konflik dengan pemerintahan Perancs pimpinan Napoleon Bonaparte. Setelah Revolusi Bolshevik, Imperium Rusia berganti menjadi system sosialisme yang membawa Rusia kepada posisi negara adikuasa. Namun, kemudian system ini runtuh dan digantikan dengan system demokrasi ala barat.
Uni Soviet runtuh pada tahun 1990-an, namun, ketika menjelang pertengahan tahun 1980-an, Uni Soviet mengalami krisis ekonomi dan politik. Kemerosotan ekonomi akibat korupsi dan bobroknya britokrasi serta budaya politik yang makin monolitik semakin memperkuat apatisme masyarakat. Penempatan kekuatan militer Uni Soviet di kancah konflik internasional seperti di Afganistan dan di negara-negara Eropa Timur membutuhkan biaya yang sangat besar yang tentu saja menyedot dana domestic yang tidak sedikit. Sementara insdustri yang sudah terpola pada industri berat yang ditujukan untuk menopang hegemoni Uni Soviet tidak memnerikan jalan keluar yang dibutuhkan masyarakat berupa perbaikan taraf hidup. Menurunnya tingkat kesejahteraan yang tajam semakin memperuncing konflik-konflik yang tumbuh di dalam negeri.
Kondisi tersebut di atas memaksa para petinggi negara dan pemimpin partai untuk mengadakan koreksi atas kebijakan parta dan politik Uni Soviet secara umum. Tidak hanya itu, peninjauan ulang terhadap strategi system sosialismepun lalu dianggap sebagai langkah yang mampu menjawab berbagai krisis yang menimpa. Sehingga lahirlah program Glasnot dan Parestroika yang dihembuskan oleh Mikhail Gorbachev.
Kebijakan Glanot dan Parestroika yang dijalankan pemerintah Gorbashev membawa pengaruh bagi semakin menguatnya gerakan separatisme, akibat semangat keterbukaan dan demokratisasi yang menjadi inti dari kebijakan tersebut. Berbagai konflik antar etnis yang selama ini tersembunyi, mulai muncul konflik terbuka. Selain itu, ketidakmampuan pemerintah pusat dalam mengangani masalah ekonomi juga semakin mendorong ketidakpuasan di republik-republik konstituen Uni Soviet. Ketidakpuasaan ini pada gilirannya mendorong munculnya kekuatan oposisi setempat yang mulai menyuarakan ide-ide separatisme. Munculnya gerakan dan partai politik seperti “ Ruh “ di Ukraina, “Sayudis” di Lithuania dan sebagainya menjadi pusat-pusat gerakan kemerdekaan republik-republik terhadap kekuasaan pusat.
Di Uni Soviet, konsep reformasi yang dibawa oleh Gorbachev melalui Parestroika (keterbukaan), berubah menjadi badai yang meruntuhkan pilar utama rezim dictator partai komunis. Rezim yang berkuasa sejak tahun 1917 dan menjadi kekuatan hegemoni dengan senjata-senjata pemusnah massalnya, ternyata rapu. Rakyat di negara-negara bagian Uni Soviet bangkit secara serempak. Kesadaran rakyat atas hak-hak politiknya mulai muncul. Mereka merasa berhak untuk memilih pemimpin-pemimpinnya, membentuk partai politik, dan menentukan status daerahnya sendiri melalui referendum. Akibatnya terjadi perang saudara ketika kekuasaan pemerintahan pusat mengalami kevakuman akibat reformasi. Hal ini kemudian menyebar kepada negara-negara satelit Uni Soviet lainnya di Eropa Timur dan Afrika.
Sehingga dapat dikatakan bahwa keruntuhan Uni Soviet akibat dari kegagalan program Glasnot dan Parestroika. Negara-negara pecahan Uni Soviet yang sekarang ini terbentuk berkat kebijakan dari Presiden Mikhail Gorbachev yang mencuatkan Glasnot dan Parestroika. Negara-negara pecahan Uni Soviet terbentuk berkat kebijakan dari Presiden Uni Soviet Michael Gorbachev yang pada 1990 mencuatkan Glasnot dan Perestroika. Salah satu isi dari kebijakan itu adalah negara-negara bagian boleh memisahkan diri dan menjadi negara sendiri. Maka di Asia Tengah lahirlah Turkmenistan, Uzbekistan, Kazakstan, Kirgistan, dan Azerbaijan. Sedangkan di Eropa Utara muncul Ukraina, Belarusia, Latvia, dan Estonia. Di Eropa Timur lahir Georgia dan Armenia. Masih ada satu lagi di Asia Utara bagian timur, yakni Cechnya, yang kini masih bergolak meminta kemerdekaan dari Rusia.
Faktor lain yang menjadi penyebab keruntuhan dari Uni Soviet adalah keberhasilan dari liberalisme. Seperti yang penulis ketahui bahwa Uni Soviet merupakan simbol dari sosialisme sedangkan AS adalah simbol dari liberalisme. Strategi AS untuk menghadapi Uni Soviet lewat containment policy-nya telah berhasil. Selain itu, negara-negara yang mengikuti bentuk liberalisme mengalami kemajuan yang pesat. Berbeda halnya dengan system sosialisme yang dianut oleh Uni Soviet di mana telah melahirkan stagnasi ekonomi yang berdampak buruk bagi Uni Soviet itu sendiri.
Apabila dipetakan, maka faktor-faktor penyebab runtuhnya Uni Soviet adalah :

faktor dalam negeri
faktor luar negeri
Perekonomian ekonomi yang colaps sehingga tidak mampu menopang sendi-sendi perekonomian.
Pengeluaran Uni Soviet untuk membiayai kekuatan hegemoninya semakin besar, sedangkan Uni Soviet tidak memiliki dana untuk membiayai program-program luar negerinya untuk memelihara hegemoninya.
Industri berat tidak dapat membantu perekonomian domestiik.
Keberhasilan ideologi liberalisme yang semakin berkembang pesat
Menurunnya tingkat kesejahteraan.

Kegagalan Glasnot dan Perestroika yang diambil dalam rangka untuk meningkatkan perekonomian mlahan telah melahirkan banyak separatisme.


Perubahan pada Kremlin (1982/1999)
Uni Soviet runtuh menyisakan kepingan-kepingan negara-negara berdaulat. Rusia bersama republik lainnya (minus negara-negara Balkan) bekas raksasa komunis ini membentul sebuah “uni” baru dengan hubungan yang lebih longgar yang menjamin kedaulatan masing-masing. RSFSR yang kemudian menjadi Federasi Rusia adalah kepingan terbesar bekas negara adikuasa tersebut yang sekaligus memiliki hak sebagai pewaris kebesaran Uni Soviet. Wallaahu a'lam.